340 Pedagang Asongan Digusur, TWC Borobudur Nilai Ganggu Kenyamanan
Puluhan perwakilan pedagang asongan yang biasa berjualan di Zona II area dalam Taman Wisata Candi Borobudur atau depan Museum Karmawibhangga mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Mereka mewakili 340 pengasong dari 14 komoditas yang mengaku digusur oleh PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur dari lokasi mereka berjualan selama ini.
Muh Egy Basiyo selaku Ketua Pedagang 14 Komoditas menjelaskan, PT TWC Borobudur telah mengeluarkan keputusan sepihak untuk memindahkan 340 pedagang asongan di depan Museum Karmawibhangga ke area parkiran sejak April 2022. Egy mengatakan sejak pandemi Covid-19 melanda, para pedagang sudah diimbau untuk sementara waktu menghentikan aktivitas dagang di kawasan Candi Borobudur.
Setelah pintu wisata Candi Borobudur kembali dibuka, para pedagang di zona II dalam ini menanyakan kepada perwakilan manajemen PT TWC Borobudur perihal kapan mereka bisa berjualan lagi. Hanya saja waktu itu belum ada kepastian meski sudah dua kali mencoba video-downloaders mencari jawaban.
“Beliau (perwakilan manajemen) menyatakan akan menyampaikan ke pimpinan. Seperti itu jawaban terus,” kata Egy di Kantor LBH Yogyakarta, Kotagede, Kota Yogyakarta, Rabu.
Akhirnya, para pedagang dan manajemen PT TWC Borobudur dipertemukan lewat momen diskusi rutin menyambut datangnya musim libur Lebaran.
“Alangkah terkejutnya waktu itu kami menghadiri undangan dari beliau (Manajemen PT TWC) kita diberitahukan bahwasanya kegiatan aktivitas mengasong yang biasanya kita aktivitas bertahun-tahun, dilarang. Dan kita dipindahkan ke lokasi parkiran,” ujar Egy.
Pihaknya merasa heran dengan keputusan sepihak ini. Para pedagang selama ini telah mencoba bermitra dengan PT TWC dengan mematuhi seluruh kebijakan yang ada, termasuk memakai seragam serta mengurus Kartu Izin Berdagang (KIB). Sementara kini mereka harus berjejalan dengan para pengasong beda komunitas yang sudah terlebih dahulu mengais rezeki di area parkir. Akhirnya, pemasukan pun menjadi tak maksimal bahkan tak jarang nihil. Padahal, sebagian besar mengandalkan profesi ini sebagai mata pencaharian satu-satunya.
“Kami bertumpuk-tumpuk di situ. Padahal kebijakan PT enggak boleh berdesakan, bergerombol. Kok malah disatukan. Di situ hasil penjualan minim. Hari biasa bisa dapat Rp200 ribu sehari sebelum Covid-19, sekarang (di parkiran) kadang enggak laku,” kata Umidah (49), pedagang minuman yang tergabung dalam 14 komoditas.
Perwakilan pedagang asongan Candi Borobudur saat mengadu ke LBH Yogyakarta, Selasa (15/6). (CNN Indonesia/Tunggul)
Kodiran (48), pedagang patung dan perunggu mengaku sudah berjualan sejak dirinya masih duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar. Bahkan, katanya, sebelum PT TWC berdiri. Kodiran mengaku keberatan dengan kebijakan PT TWC yang menutup peluang usahanya ini. Terlebih, kata dia, kini di zona II dalam malah kini didirikan stan-stan komersil sejumlah produk.
“Kalau kami diusir enggak boleh (jualan), kenapa justru dari pihak PT di dalam banyak komersial-komersial yang jualannya persis seperti saya,” bebernya.
Wito Prasetyo dari Serikat Pekerja Pariwisata Borobudur menambahkan, para pedagang juga sudah beberapa kali digeser sebelum akhirnya sampai di lokasi depan Museum Karmawibhangga.
“Sebelum ke LBH, kami sudah menyampaikan ke Pak Gubernur Jawa Tengah (Ganjar Pranowo), supaya 14 komoditas ini bisa jualan lagi. Kalau perlu Pak Ganjar turun supaya tahu situasi di lokasi,” tuturnya.
Kepala Divisi Penelitian LBH Yogyakarta Lalu Muh Salim Iling Jagat mengatakan bahwa tindakan PT TWC Borobudur tak termasuk sebagai upaya relokasi. Lantaran tak disertai proses sosialisasi, pendataan pedagang, maupun penataan lokasi. Jagat mengatakan pihaknya melihat pemindahan para pedagang ini layaknya upaya paksa alias penggusuran atau pengusiran.
“Pada prinsipnya, setelah kami baca aduannya, kami analisis, LBH menyatakan siap mendampingi teman-teman pedagang di zona II,” tegasnya.
Tanggapan TWC Borobudur
Terpisah, Corporate Secretary Taman Wisata Candi (TWC) AY Suhartanto mengatakan alasan pemindahan para pedagang di zona II dalam hal ini telah disampaikan oleh General Manager (GM) PT TWC Borobudur. Namun demikian, menurut dia, para pengasong belum bisa menerima jawaban tersebut.
“Pedagang asongan itu mengganggu kenyamanan dan dulu kan sudah pernah ditata itu. Kemarin dari kebijakan GM-GM itu kan zona dua dalam kan tidak boleh untuk berjualan tapi mereka masih menginginkan itu, tetap berjualan di zona dua dalam. Dan memang aturannya di zona dua dalam itu kan lebih untuk fasilitas,” kata Suhartanto saat dihubungi, Rabu.
Para pedagang, klaimnya, telah mengajukan proposal sistem berdagang pada awal tahun ini. Suhartanto menyebut pihaknya masih meninjau proposal itu.
“Tapi sebenarnya komitmen dari GM GM itu semenjak pandemi itu memang sudah tidak diizinkan di dalam. Jadi untuk aktivitas berjualan mereka tetap boleh berjualan tapi di area dalam ini yang tidak diizinkan,” ujarnya.
Disinggung mengenai keberadaan stan-stan komersial di zona II dalam, Suhartanto menuturkan pihaknya malah belum mengetahui dan akan segera melakukan pengecekan. Sementara dalam keterangan resminya, PT TWC mengajak para pedagang melakukan aktivitas berdagang di area yang sudah ditentukan. Tujuannya untuk menjaga destinasi ini dengan pelayanan prima yang berkesan bagi wisatawan.
PT TWC berupaya melestarikan zona II kawasan Candi Borobudur yang berfungsi sebagai green belt dan buffer zone untuk mendukung konservasi Candi Borobudur. Selain itu, zona II juga rencananya diperuntukkan sebagai ruang kreatif budaya dan ruang edukasi bagi wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur.